Jember dan Sejarah yang Terlupakan

Beberapa hari belakangan ini timeline dalam twitter saya ramai dengan salah satu lomba blog yang bertemakan Jember dengan hestek #JemberIstimewa,. Jember memang sangat istimewa, memiliki banyak potensi wisata alam yang masih belum banyak terjamah, kopinya yang terkenal hingga Rusia sampai America Latin dan banyak sekali hal lain yang membuat saya jatuh cinta dengan Jember tanpa banyak alasan lagi. Tapi saat ini saya tidak akan membahas tentang bagaimana indahnya Alam Jember, karena sangat mudah menemukan keistimewaan Jember dengan mesin pencari (google), tidak banyak saya akan bercerita tentang Jember dengan sedikit sejarahnya lewat zaman Megalithikum.

Image

Siapa sangka Jember juga memiliki kekayaan budaya zaman prasejarah dan tersebar di beberapa tempat. Sebut saja salah satunya Situs Duplang, yang terletak di utara Jember, Desa Kamal, Arjasa. Disini kita dapat menemukan sisa peninggalan zaman prasejarah berupa Menhir, Kubur Batu (dolmen) dan  Batu Kenong. Dari gerbang masuk menuju situs duplang, saya disambut seorang bapak tua yang mengenalkan diri sebagai juru kunci situs tersebut. Kemudian saya dipeluk ditemani menuju pintu masuk situs, hal pertama yang saya lihat adalah batu-batuan bertumpuk yang disebut dengan Kubur Batu/Dolmen yang lumayan besar, sedikit bergidik membayangkan bagaimana pada 3500SM, Kubur Batu berfungsi sebagai tempat penyimpanan mayat yang diletakkan terbaring dengan posisi kepala yang lebih tinggi mengadah langit. Tidak semua mayat masyarakat prasejarah di Desa Kamal dikuburkan pada Kubur Batu/Dolmen, hanya kepala suku saja.

Image

Bergerak kearah kanan dengan pikiran menerawang jauh ke zaman purbakala, bapak juri kunci  mengenalkan saya kepada Menhir. Batu yang berdiri tegak tinggi menjulang di bawah pohon kamboja ini terkesan sedikit aneh, karena di belakang batu terdapat sesajen. Ternyata benar, fungsi menhir sendiri sebagai benda pemujaan bagi arwah nenek moyang. Kirain ngasih sajen ke saya sih 😀

Image

Kemudian beranjak dari Menhir saya melihat deretan batu yang terlihat aneh, karena ini baru pertama kalinya saya menemukan batu berbentuk seperti ini. Yap betul, itu adalah Batu Kenong, batu sebagai penanda dan persembahan bagi orang yang telah meninggal. Masih menurut bapak Juru Kunci Situs Duplang, dahulu saat awal ditemukannya situs ini, Masyarakat Kamal menemukan kurang lebih 3600 batu Kenong yang sebagian telah dibawa ke Mojokerto, Museum Trowulan dan sebagian lagi dibawa untuk diteliti lebih lanjut. Dan sebagian lainnya lagi hilang dicuri kemudian dijual di pasar gelap. Hingga tersisa kurang lebih 280 batu kenong saja.

Image

Langit semakin gelap, bapak Juru Kunci mempersilahkan saya mampir sejenak di rumah yang terletak persis di samping situs. Ditemani kopi hangat banyak pembicaraan yang kami lewati (nggak, saya gak jatuh cinta kok sama bapaknya). Pembicaraan kami mengenai bagaimana antusiasme masyarakat dengan situs prasejarah ini, yang ternyata ter-amat-sangat kurang peminat. Terbukti dengan sedikitnya daftar tamu yang tertulis di buku usang berwarna hijau disudut ruangan.

Saya mulai bertanya sedikit sensitive tentang privacy Bapak Juru Kunci “pak sudah punya istri atau sudah duda?”  bukan itu “pak digaji berapa sih sama pemerintah?” dan dengan raut muka sumringah, dengan bangga Bapak Juru Kunci menjawab..

“50 ribu dek, satu bulan. Itupun harus diambil di Mojokerto, Museum Trowulan. Jadi saya ngambil gaji 3 bulan sekali, biar ngirit di ongkos”

Saya mingkem, rapat.

Nyees rasanya, seorang tua renta yang peduli dan mengabdikan diri dengan sejarah hanya mendapatkan imbalan yang menurut saya kurang pantas. Padahal dalam kacamata saya, Jember punya banyak kekayaan budaya prasejarahnya. Tapi masih belum ada upaya dari pemerintah Jember yang saat ini bisa terlihat dalam pengembangan situs prasejarah, pengenalan bahkan pembenahan infrastruktur juga kurang memadai.

Padahal jika dilihat dari segi sejarah, kebudayaan Megalithikum sangat berpengaruh terhadap langkah manusia modern saat ini. Disini kita bisa belajar dan bahkan melihat langsung bagaimana peninggalan pada saat pra-sejarah. Sebagai karyawisata agar menumbuhkan rasa cinta tanah air dan bahkan mungkin bisa memberi pengetahuan tentang sejarah kota Jember ini.

Tapi dibalik semua itu, saya tetap mencintai Jember apa adanya, segala carut marut dan keceriaan di Jember, saya TERLALU mencintainya. Semoga Jember bisa lebih awesome kedepannya. Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun Kotaku, Kamu yang ter-Istimewa dihati. 🙂

Image

7 thoughts on “Jember dan Sejarah yang Terlupakan

  1. Pingback: Sebuah Kado untuk Jember yang Istimewa | Cak Oyong

Leave a reply to RizaRastri Cancel reply